Aturan Menggilas Nurani Anak Tak Bisa Sekolah Hanya Karena Umur

Media Humas Polri//Riau

Di tengah gencarnya kampanye wajib belajar 12 tahun, sebuah kenyataan pahit terjadi di lapangan. Sejumlah anak di Desa Rimbo Panjang tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP karena usia mereka dinilai melebihi ambang batas yang ditetapkan.

Bacaan Lainnya

Mereka bukan tak mau sekolah. Mereka justru antusias. Namun apa daya, angka pada akta kelahiran telah mengubur harapan itu. Pihak sekolah menolak dengan alasan aturan batas usia masuk sekolah, tanpa mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, bahkan psikologis anak.

“Disuruh daftar swasta, padahal tak mampu”

Seorang warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan, anaknya tak diterima di sekolah negeri karena sudah berusia 16 tahun. “Disuruh cari sekolah swasta, padahal kami makan saja pas-pasan. Anak saya bukan bandel, bukan malas. Tapi sempat terlambat masuk SD karena harus bantu orang tua,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Hak Anak Dilanggar

Pasal 31 UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Sementara dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 9 Ayat (1) menegaskan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya.”

Maka muncul pertanyaan: Apakah usia bisa menjadi penghalang bagi hak asasi seorang anak?

Menurut praktisi pendidikan, kebijakan batas usia sebenarnya dibuat untuk keperluan administratif dan pemerataan pendidikan, bukan sebagai alat diskriminasi. Namun, ketika aturan diterapkan kaku tanpa melihat kondisi riil, maka yang terjadi adalah ketidakadilan struktural.

Desa Bisa Turun Tangan

Pemerintah desa sebenarnya punya ruang untuk membantu. Salah satunya melalui dana desa bidang pendidikan, atau bantuan khusus berbasis musyawarah desa (musdes), termasuk mendanai beasiswa atau fasilitasi masuk ke sekolah alternatif (PKBM, SKB, atau homeschooling legal).

> “Kalau memang sekolah negeri menolak, maka peran desa penting untuk membuka jalan alternatif. Tapi yang lebih ideal, adalah meninjau ulang kebijakan batas usia yang menyumbat akses anak miskin ke pendidikan,” ujar seorang aktivis pendidikan dari Kampar.

Harapan yang Tak Boleh Mati

Anak-anak adalah harapan masa depan. Jangan biarkan mereka gagal sekolah hanya karena usia. Jika sistem tak berpihak, maka masyarakat dan pemerintah desa harus bersuara. Karena dalam dunia yang adil, pendidikan tak boleh tunduk pada angka, melainkan pada hak dan kemanusiaan.(irwandi)

Pos terkait