Media Humas Polri//Demak
Belasan warga Desa Babalan Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Jawa Tengah, diduga menjadi korban pungutan liar (pungli) terkait program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Warga mengaku diminta membayar antara Rp2 juta hingga Rp3 juta oleh Kepala Desa dengan janji akan menerima bantuan bedah rumah pada tahun 2024. Namun hingga memasuki akhir 2025, bantuan tersebut tak pernah terealisasi.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa uang yang diberikan kepada kepala desa merupakan hasil pinjaman dari Koperasi Mekar. Ia diminta membayar Rp2 juta untuk mendapatkan jatah bedah rumah.
.“Saya diminta Rp2 juta tahun 2024. Katanya untuk syarat agar dapat bantuan bedah rumah. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Uang saya masih dipegang Pak Lurah,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Kamis (20/11/2025).
Ia menegaskan bahwa bukan hanya dirinya yang menjadi korban. Menurut penuturannya, ada belasan warga lain yang juga dimintai uang dengan nominal serupa.
Warga lainnya pun mengaku mendapat jawaban yang berbelit saat menanyakan perkembangan bantuan RTLH. Setiap kali bertanya, kepala desa hanya meminta mereka untuk percaya dan tidak mempertanyakan prosesnya.
“Dibilang sudah, sudah. Percaya saja. Tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya,” ungkap seorang warga lain.
Kondisi ekonomi yang lemah membuat sebagian warga merasa tak berdaya untuk menagih kembali uang yang mereka serahkan. Banyak dari mereka bekerja serabutan dengan pendapatan yang tidak menentu.
Selain bantuan yang tak kunjung terealisasi, pengembalian uang warga pun tidak dilakukan. Bahkan, warga mengaku menerima jawaban tidak jelas ketika menanyakan uang mereka yang sudah diserahkan.
Sementara itu, Kepala Desa Babalan, Nur Ahfas, membantah tuduhan pungli tersebut. Ia menyebut informasi yang beredar masih simpang siur dan tidak memiliki bukti yang jelas.
Menurutnya, jalur bantuan RTLH di Demak berasal dari berbagai aspirasi, namun ia sendiri tidak mengetahui siapa saja yang menjadi penerima secara detail.
“Jalur RTLH itu banyak, di antaranya dari berbagai aspirasi. Tapi saya tidak tahu siapa-siapanya. Yang sudah berjalan tahun ini juga tidak jelas siapa penerimanya,” ungkapnya saat dihubungi melalui sambungan telepon. Senin malam- (24/11).
Terkait tuduhan pungutan Rp2–3 juta, ia membantah mengetahui hal tersebut.
“Saya tidak tahu itu. Memang betul banyak pembangunan RTLH tahun ini, tapi soal dimintai itu… saya tidak tahu,” katanya.
Ia juga menegaskan tidak pernah meminta uang kepada warga, namun mengakui ada satu kasus di mana warga datang dengan membawa swadaya, bukan atas permintaannya.
“Kalau saya minta, tidak pernah. Kalau ada yang bilang ‘Pak ini swadaya ya,’ itu ada. Tapi itu bukan saya yang meminta, hanya satu orang saja,” ujarnya.
Meski begitu, ia tidak membantah bahwa isu pungutan ini sudah tersebar luas. Bahkan ia mengaku mendengar informasi bahwa jumlah warga yang disebut dimintai uang mencapai sekitar 50 orang.
“Bukan belasan, 50 malah informasinya. Tapi siapa yang meminta, saya sendiri tidak tahu,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi mengenai nominal pungutan Rp3 juta, ia menyatakan bahwa hal itu hanya rumor yang belum terbukti.
“Yang Rp3 juta itu baru rumor. Tidak ada yang benar. Saya juga sedang menyelidiki,” jelasnya.
Ia menduga munculnya berbagai informasi tersebut terkait aktivitas oknum tim sukses (timses) politik yang memanfaatkan jalur aspirasi bedah rumah untuk keuntungan pribadi.
“Kadang orang terjerumus sama tim ses di lapangan. Biasanya mereka yang banyak main di jalur aspirasi itu,” terangnya. ( Ismun )





