Media Humas Polri//Indramayu
Menjamurnya pom mini di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas dan mekanisme distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan.
Dugaan adanya penyalahgunaan sistem barcode untuk mendapatkan BBM bersubsidi seperti Pertalite semakin menguat di tengah masyarakat.
Menurut Pasal 9 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penjualan BBM hanya boleh dilakukan oleh badan usaha yang telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah. Hal ini mencakup Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, atau badan usaha swasta yang memiliki izin usaha niaga migas.
Sementara itu, Pasal 53 UU 22/2001 mengatur ancaman pidana bagi pihak yang menjalankan usaha hilir migas tanpa izin. Beberapa poin penting dari pasal ini adalah:
Pengolahan BBM tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp50 miliar. Pengangkutan BBM tanpa izin bisa dipidana maksimal 4 tahun dengan denda Rp40 miliar. Penyimpanan BBM tanpa izin dapat dikenakan pidana maksimal 3 tahun dan denda Rp30 miliar. Niaga BBM tanpa izin berpotensi mendapat hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp30 miliar.
Jika BBM yang diperjualbelikan merupakan BBM bersubsidi, maka sesuai Pasal 55 UU 22/2001, pelaku dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Dalam beberapa kasus, terdapat indikasi bahwa barcode yang digunakan untuk membeli BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bisa dimanfaatkan untuk mengakali sistem distribusi.
Sejumlah pom mini diduga memperoleh Pertalite bersubsidi dengan menggunakan barcode yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat tertentu.
Jika dugaan ini benar, maka praktik ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan negara dan masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga yang lebih rendah.
Pertamina telah berulang kali menegaskan bahwa pom mini atau Pertamini bukan bagian dari jaringan resmi mereka. Dengan kata lain, bisnis semacam ini dianggap ilegal jika tidak memiliki izin usaha yang sesuai.
Namun, di lapangan, masih banyak pom mini yang beroperasi tanpa pengawasan ketat. Dinas terkait di tingkat daerah perlu bertindak lebih tegas dalam menertibkan pom mini ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara.
Pom mini yang beroperasi tanpa izin resmi berpotensi melanggar UU No. 22 Tahun 2001 dan dapat dikenakan sanksi pidana. Jika benar ada penyalahgunaan barcode dalam bisnis BBM bersubsidi, maka hal ini harus segera ditindaklanjuti oleh aparat berwenang untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.
Masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap praktik bisnis ilegal semacam ini dan melaporkannya kepada pihak berwenang agar distribusi BBM bersubsidi benar-benar tepat sasaran.(Heryanto)




