Membangun Kota Tanpa Melupakan Akar Tradisi Pentingnya Mengakui Ojek Pangkalan Bentor Dan Becak

Opini Edukasi Rakyat Kecil

Media Humas Polri//Bojonegoro

Bacaan Lainnya

Dukungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terhadap komunitas ojek online (ojol) yang baru-baru ini disampaikan Wakil Bupati Nurul Azizah menuai perhatian luas. Bantuan berupa kompresor, alat tambal ban, serta dorongan untuk legalitas organisasi dan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, memang menjadi angin segar bagi pengemudi ojol. Namun di sisi lain, keberpihakan tersebut meninggalkan tanda tanya besar: bagaimana nasib ojek pangkalan, bentor, dan becak yang semakin terpinggirkan oleh kemajuan teknologi transportasi?

Di pusat kota Bojonegoro, jumlah penumpang becak dan bentor terus merosot tajam. Para pengayuh becak mengaku kini hanya mampu mengangkut 2–3 penumpang per hari, bahkan tak jarang pulang tanpa membawa penghasilan sama sekali. Sementara itu, bentor yang sempat populer, terhimpit regulasi dan kerap dianggap ilegal karena tidak termasuk angkutan umum yang diakui undang-undang.

Fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam perhatian Pemkab. Ojol mendapat ruang dan fasilitas untuk berkembang, sementara transportasi rakyat berbasis non-aplikasi dibiarkan berjalan tanpa kepastian. Program penertiban bentor yang pernah dijalankan pun hanya menyisakan kebingungan, sebab alternatif solusi berupa “becak inovasi” hingga kini tak pernah benar-benar terwujud.

Minimnya dukungan membuat para pengemudi tradisional kian terpuruk. Hilangnya penumpang berarti berkurangnya sumber penghasilan, sementara kebutuhan hidup tidak bisa ditunda. Banyak pengemudi bentor dan becak yang sudah berusia lanjut tidak memiliki pilihan pekerjaan lain. Kondisi ini berpotensi melahirkan masalah sosial baru, mulai dari meningkatnya angka pengangguran terselubung hingga hilangnya identitas budaya lokal yang melekat pada becak sebagai ikon kota.

Kalangan pemerhati transportasi menilai Pemkab harus berani merumuskan kebijakan inklusif yang tidak hanya fokus pada transportasi berbasis aplikasi. Ojek pangkalan, bentor, dan becak perlu dilibatkan dalam penyusunan regulasi, diberi akses pada program perlindungan sosial, serta difasilitasi dalam beradaptasi menghadapi era digital.

Para pengemudi tradisional di Bojonegoro tidak meminta fasilitas mewah. Mereka hanya ingin diakui keberadaannya, diberi ruang hidup yang layak, serta dilibatkan dalam kebijakan yang menyangkut hajat hidup mereka. Jika pemerintah hanya berpihak pada transportasi modern, maka lambat laun bentor, becak, dan ojek pangkalan akan benar-benar hilang dari jalanan Bojonegoro bersama dengan sejarah dan identitas kerakyatannya.[Red/Gz]

Pos terkait