Media Humas Polri//
Yang kami hormati Kepala PKH Satgas Garuda, Bapak Wiranto sebagai Staf Khusus Kepresidenan, dan Bapak Presiden Republik Indonesia yang kami muliakan.
Sebagai pernyataan publik kami sebagai aktivis pegiat Anti Rasuah, Rahmad Panggabean bersama Arjuna Sitepu mewakili masyarakat terdampak terkait Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Izinkan kami menyampaikan suara masyarakat yang hidup dan berjuang di antara dua sungai, Tesso dan Nilo. Kami tidak bersuara untuk menuntut, kami bersuara untuk memberi tahu bahwa ada lukisan realitas yang tak tergambar dalam SK kehutanan.
Mereka tinggal di lahan, yang pada 2004 disebut sebagai kawasan taman nasional. Pada 2009, batas diperluas Pada 2014, semua ditetapkan tanpa pernah ada sosialisasi penuh kepada mereka yang sudah bermukim. Kini, mereka menjadi “orang asing” di tanah yang mereka rawat dengan peluh dan doa.
Kami hadir di sini bukan untuk menolak konservasi. Kami ingin menjadi bagian dari solusi. Tapi solusi tidak akan hadir jika keadilan tak menjadi peta utamanya. Keadilan bukan hanya hukum, keadilan adalah pengakuan.
Kami berharap para pemimpin bangsa ini membuka ruang dialog, tidak sekadar membaca peta, tapi melihat wajah. Wajah kami, anak-anak sungai Tesso dan Nilo, yang menginginkan kehidupan yang seimbang antara manusia dan alam.
Fakta Kawasan TNTN:
Berikut adalah data lengkap mengenai luas Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Republik Indonesia, yang disusun secara komprehensif dari sumber resmi:
Perkembangan Luas TNTN Berdasarkan SK Menhut:
1. Tahap Pertama (2004).
– SK Menhut No. 255/Menhut-II/2004 (19 Juli 2004).
– Perubahan fungsi sebagian Hutan Produksi Terbatas (HPT) eks HPH PT. Inhutani IV (bekas PT. Dwi Marta) seluas 38.576 hektar menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
– Lokasi: Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
2. Tahap Perluasan (2009).
– SK Menhut No. 663/Menhut-II/2009 (15 Oktober 2009).
– Perubahan fungsi sebagian HPT eks HPH PT. Nanjak Makmur seluas 44.492 hektar menjadi perluasan TNTN.
– Total luas setelah perluasan: ±83.068 hektar (38.576 ha + 44.492 ha).
– Lokasi: Kabupaten Pelalawan.
3. Penetapan Final (2014).
– SK Menhut No. 6588/Menhut-VII/KUH/2014 (28 Oktober 2014)
– Penetapan resmi kawasan TNTN seluas 81.793 hektar (terdapat sedikit penyesuaian dari data sebelumnya).
– Lokasi: Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu.
Catatan Penting.
Perbedaan Angka:
Terdapat sedikit variasi antara total luas 83.068 hektar (2009) dan 81.793 hektar (2014) karena penyesuaian batas atau revisi tata batas definitif oleh Gubernur Riau, berdasarkan (SK No. Kpts 662/V/2011).
Kondisi Kawasan:
– Hanya 24% (±19.000 ha) yang masih berupa hutan alami (2025), sisanya terdegradasi akibat perambahan ilegal untuk kebun sawit dan pemukiman.
– Sebelum menjadi TNTN, kawasan ini merupakan bekas konsesi HPH PT. Dwi Marta, PT. Nanjak Makmur, dan PT. Inhutani IV.
Perlu digaris bawahi terkait
Dasar Hukum dan Konteks, bahwa:
– Kriteria Taman Nasional.
– Harus memenuhi kriteria ekosistem utuh, keanekaragaman hayati tinggi, dan zonasi, sebagai mana (intisari PP No. 47/1997 dan UU No. 5/1990) tentang “Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta tata ruang wilayah nasional.”
PP No. 47/1997 ini menjelaskan untuk mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Yaitu:
“Tentang bagaimana wilayah Indonesia akan ditata ruang, termasuk pembagian zona, pemanfaatan lahan, dan pengembangan wilayah.”
Tujuan:
Tujuannya adalah untuk mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah yang efektif, efisien, produktif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Sementara UU No. 5/1990 tentang “Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.”
UU ini mengatur tentang upaya untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem di Indonesia.
Tujuan:
Tujuannya adalah untuk menjamin kesinambungan persediaan sumber daya alam hayati, memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman, serta nilai sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Perlu sama-sama kita ketahui dengan pememahaman yang benar serta bijak terkait hubungan 2 Regulasi ini, yang pada intinya adalah 2 Regulasi ini tidak terpisahkan, sebab:
Hubungan, kedua regulasi ini saling berkaitan karena:
“Tata ruang wilayah yang baik dapat mendukung upaya konservasi sumber daya alam, dan sebaliknya, konservasi sumber daya alam yang baik akan mendukung pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan.”
Contohnya:
Dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, perlu mempertimbangkan kawasan-kawasan yang menjadi prioritas konservasi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Secara keseluruhan, kedua regulasi ini memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam Indonesia untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Tantangan:
– Perambahan ilegal sejak era HPH (1990-an) hingga kini, dengan 51,45% kawasan dirambah pada 2011.
Upaya Pemulihan:
– Pemerintah membentuk Satgas PKH (2025) untuk menertibkan aktivitas ilegal dan memulihkan ekosistem, termasuk pemasangan plang penguasaan di TNTN.
Jadi:
TNTN telah ditetapkan melalui tiga SK Menteri Kehutanan:
– SK 255/Menhut-II/2004: Penunjukan awal (±38.576 ha)
– SK 663/Menhut-II/2009: Perluasan kawasan (±44.492 ha)
– SK 6588/Menhut-VII/KUH/2014: Penetapan definitif (±81.793 ha)
– Kawasan ini diapit oleh Sungai Tesso di Kabupaten Pelalawan dan Sungai Nilo di Kabupaten Indragiri Hulu, menjadi batas alami yang ideal namun tidak seluruhnya dijadikan referensi dalam penataan batas resmi.
Masalah yang Terjadi:
– Masyarakat yang telah bermukim dan beraktivitas sebelum SK pengukuhan keluar kini dianggap melanggar hukum.
– Tidak ada penataan batas yang berpihak pada fakta sosial di lapangan, terutama di wilayah antara Sungai Tesso dan Sungai Nilo.
– Terjadi pembiaran yang begitu lama terhadap masuknya perusahaan dan perambahan, tanpa ada langkah restorasi atau penyelesaian sosial.
Tuntutan Masyarakat:
1. Revisi batas TNTN berdasarkan kondisi ekologis dan sosial aktual.
2. Penegasan bahwa masyarakat terdampak adalah korban pembiaran, bukan pelaku pelanggaran.
3. Penyelesaian sesuai prinsip keadilan sosial pada penataan kawasan hutan dan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, khususnya yang berkaitan dengan perhutanan sosial, reforma agraria, dan penggunaan kawasan hutan. Sebagai mana amanat
(UU 41/1999 & PP 23/2021).
4. Perlindungan hak hidup masyarakat dan pelestarian lingkungan yang saling menguatkan dalam UUD 1945 terdapat dalam beberapa pasal, terutama Pasal 28H ayat (1) yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta Pasal 33 ayat (3). Bunyi lengkap dari pasal tersebut adalah: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. dan ayat (4) yang mengatur pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat dan keberlanjutan lingkungan.
Kami hadir membawa suara mereka yang tak terdengar, mewakili harapan ribuan warga agar kebijakan kehutanan tidak menjadi alat diskriminasi, tapi jembatan menuju keadilan ekologis dan sosial. ( Arjuna )





