Muba // Media Humas Polri
Polsek Bayung Lencir bersama PT Bumi Persada Permai (BPP), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah I Lalan dan KPH Wilayah I Meranti, Pemerintah Kecamatan Bayung Lencir, serta Koramil Bayung Lencir menggelar sosialisasi pencegahan praktik illegal drilling di kawasan hutan. Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Bhayangkari Polsek Bayung Lencir, Kamis (20/11/2025).
Turut hadir para tokoh masyarakat, kepala desa se-Kecamatan Bayung Lencir, serta perwakilan perusahaan, Kegiatan ini dilakukan sebagai langkah mitigasi dini guna mencegah potensi munculnya aktivitas illegal drilling maupun illegal refinery di wilayah Bayung Lencir.
Kapolsek Bayung Lencir, IPTU M. Wahyudi, S.H., M.H., yang memimpin langsung kegiatan tersebut menegaskan bahwa aktivitas apa pun di kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran, terlebih jika itu merupakan kegiatan ilegal.
“Segala aktivitas di kawasan hutan tanpa izin itu dilarang, apalagi kegiatan eksploitasi minyak yang jelas-jelas ilegal. Aktivitas penambangan minyak masyarakat yang belum memenuhi persyaratan sesuai Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 juga masih dikategorikan ilegal. Jika dilakukan di kawasan hutan, jelas melanggar hukum dan dapat dipidana,” tegasnya.
Ia juga meminta masyarakat, kepala desa, hingga pihak perusahaan untuk turut serta dalam upaya pencegahan aktivitas illegal drilling, khususnya di kawasan hutan yang rentan dimanfaatkan pihak tertentu.
“Walaupun kondisi sosial masyarakat harus menjadi pertimbangan, yang namanya ilegal tetap bersinggungan dengan hukum. Ada konsekuensi pidananya. Itu sudah ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu juga Camat Bayung Lencir, M. Imron, S.Sos., M.Si, menekankan pentingnya koordinasi cepat dari pemerintah desa dalam mendeteksi dan melaporkan praktik-praktik ilegal tersebut.
“Kepala desa bersama jajaran harus melakukan deteksi dini. Jika ditemukan dugaan illegal drilling, segera laporkan kepada aparat penegak hukum. Jangan sampai terjadi sesuatu yang merugikan masyarakat maupun lingkungan,” tegasnya.
Tak sampai disitu, Penyuluh Kehutanan KPH Wilayah I Lalan, Anisa Nadia, menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja telah mengatur larangan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan sebagaimana tercantum pada Pasal 50 Ayat (1).
“Pelanggaran tersebut dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar,” ujarnya.
Lanjutnya,, pada Pasal 50 Ayat (2) huruf A disebutkan bahwa mengerjakan, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah juga merupakan tindak pidana.
“Setiap orang yang dengan sengaja melanggar pasal tersebut dapat dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar,” tutupnya. (Aln)





